Jumat, 23 September 2016

Review : Minamoto-kun Monogatari, Manga dengan Latar Belakang Hikaru Genji

Membaca sinopsisnya, aku merasa tertarik, karena sebelumnya pernah membaca light novel " When Hikaru was on the Earth" yang juga berdasarkan kisah Hikaru Genji, dan aku suka. Tapi sayangnya penilaianku salah.

Minamoto-kun Monogatari menceritakan tentang seorang perjaka yang trauma terhadap wanita, lalu diajari tantenya untuk menjadi Hikaru Genji dan menaklukkan 14 wanita. Kisah mendapatkan cinta wanita selalu menarik, apalagi pendalaman psikologi masing2 karakter yang perlu diketahui untuk mendapatkan cintanha. Sayangnya mana ini mengecewakan. Meski ada permainan psikologi, tapi benang merah manga ini hanyalah SEX. Setiap problem setiap gadis (dan tokoh utama) diselesaikan dengan SEX. Sangat berbeda dengan light novel favoritku, when hikaru was on the earth, di mana cinta sang gadis diraih dengan memberinya perhatian dan menyelesaikan masalahnya.

Walaupun sebagai laki2 normal aku tentu saja jadi kepingin :) tapi cukup sekian dan mending baca yang lain.

Selasa, 13 September 2016

Hampir Mati

Pengalaman hampir mati selalu menyeramkan dan menakutkan, meskipun aku tidak terlalu suka hidupmu. Dan pikiran2 pun berkelindan liar, mempertanyakan apa yang terjadi jika aku benar2 mati. Dan apa yang harus ku lakukan untuk bertahan hidup.

Apa yang kamu lakukan jika kamu mati besok? Makan sepuas-puasnya? Pergi ke tempat yang kamu sukai? Bercinta dengan pelacur? Entahlah. Aku benar-benar tidak punya keinginan. Atau punya, tapi tidak terlalu menganggapnya berharga.

Pengalaman hampir mati membuatku berpikir apa yang telah kulakukan? Rasanya tidak ada yang berharga. Seumur-umur aku berjuang, rasanya tidak ada ganjaran yang benar-benar sesuai keinginan. Tidak ada gadis cantik yang tiba-tiba datang, jatuh cinta, lalu mengubah hidupmu. Tidak ada pertapa tua yang tiba-tiba mengajarkan ilmu sakti yang menjadikan kamu jagoan tak terkalahkan. Bahkan tak ada teman yang mengajarkanmu bahwa olahraga sangat seru dan menyenangkan. Hidupku terasa datar, biasa, seperti karakter figuran.

Hmm. Hnnn. Hnmn

Sabtu, 13 Agustus 2016

Damai dalam Pertentangan

Oleh KH. Abdurrahman Wahid

Memang ironis kalau simbol lebih dikenal dari kenyataan. Tapi itulah yang terjadi di Tokyo bulan lalu, April 1983. Film Gandhi, yang baru saja memenangkan delapan Oscar di Hollywood, diputar serentak di sekian bioskop. Karcis dibeli berebutan . Masyarakat Jepang rupanya disentuh nuraninya oleh film yang menggambarkan perlawanan tanpa kekerasan.

Namun sebuah kejadian lain di Tokyo waktu itu hampir-hampir tidak memperoleh perhatian. Hanya dimuat dalam berita pendek di sudut bawah koran-koran Jepang: Uskup Agung Helder Camara menerima Hadiah Niwano untuk perdamaian. Padahal tahun inilah hadiah itu pertama kali di berikan.

Hadiah Niwano rencananya akan dikeluarkan tiap tahun oleh Yayasan Perdamaian Niwano, salah satu lembaga yang berasal dari gerakan kaum Budhis terbesar di Jepang, Rissbo-Kosei-Kai. Di samping memberikan hadiah untuk prestasi terbaik dalam menumbuhkan saling pengertian antar agama dan memajukan perdamaian, yayasan itu juga menjadi sponsor Konperensi Dunia tentang Agama dan Perdamaian (World Conference on Peace and Religion) yang sudah berlangsung tiga kali sampai saat ini.

Dan hadiah Niwano justru punya arti penting oleh pemilihan pemenangnya yang pertama kali ini: Uskup Agung Olinda-Recife, Brazilia, Helder Pessoa Camara, yang oleh penggemarnya disebut Dom Helder. Ialah \"uskup merah\". Yang berarti, hadiah perdamaian itu diberikan berdasar pertimbangan yang tidak konvensional tentang ‘perdamaian\' itu sendiri. Ini menjadi jelas bila bentuk penghargaan baru itu dibandingkan dengan Hadiah Nobel untuk perdamaian.

‘Perdamaian\', dalam Hadiah Nobel, mengandung arti menghindarkan , melerai, mengurangi atau menyelesaikan konflik. Konfliknyapun tidak dibatasi, baik terorisme bersenjata di Irlandia Utara maupun pertentangan politik seperti sengketa Arab-Israel. Tidak heran kalau dari pejuang palang merah sampai pejabat pemertintah dapat meraih penghargaan itu ( Sadat dan Begin, misalnya ). Juga pejuang kemanusiaan dalam arti umum seperti Albert Schweitzer yang bergulat dengan penyakit Lepra di Afrika Hitam, atau suster Marie Therese yang mengurusi kaum melarat di Calcutta, India.

Dalam wawasan serba konvensional itu yang ditinggalkan Yayasan Niwano, setidaknya tahun ini. ‘Uskup Merah\' Dom Helder tidak akan memperoleh julukan julukan merah kalau ia menghindar dari konflik. Yang dilakukannya justru mendorong berlangsungnya perlawanan terhadap kekuasaan militer yang menindas rakyat dan struktur yang timpang, di negaranya sendiri maupun di seluruh Amerika Latin umumnya.

Hanya saja perlawanan yang diserukan dan ditunjangnya bukan perlawanan bersenjata, apalagi terorisme. Dan disini ia memenuhi kedua Krieria Yayasan Niwano: memajukan perdamaian dan sekaligus mengembangkan saling pengertian antar agama. Dan caranya dianggap unik.
Bermula dari keyakinan akan kebenaran moralitas yang bersandar pada rasa kasih sayang, ia menghimbau kalangan rohaniawan agamanya sendiri untuk menegakkan masyarakat baru yang tidak diwarnai penindasan. Upaya menghilangkan penindasan berarti kesediaan untuk turut menegakkan struktur ekonomi yang adil - yang bebas dari ekploitasi kalangan yang oleh Dom Helder di sebut ‘mereka yang memiliki uang\', alias kaum modal. Kalau pemerintah, dan kekuasaan yang ada, mengukuhkan struktur eksploitatif, kalangan agama harus memunculkan alternatif mereka di bawah swadaya masyarakat, untuk meningkatkan kesejahteraan, membebaskan dari kungkungan hukum yang tidak adil dan memperjuangkan hak-hak asasi.

Petani didorong berani mengambil inisiatif dan memulai perombakan struktur pemilikan dan penguasaan tanah, alias Landreform. Dilanjutkan dengan membentuk usaha prakooperatif. Kaum buruh di kota didorong berani menuntut hak mereka dari pihak majikan- kalau perlu dengan pemogokan. Generasi muda diimbau memperjuangkan hak-hak politik sepenuhnya, kalau perlu dengan demonstrasi. Dan kalangan Intelektual diminta mempelopori jaringan pendidikan yang benar-benar relevan dengan kebutuhan golongan miskin ; penyadaran akan keberadaan mereka dan kemampuan yang mereka miliki untuk mengubah nasib.

Sikap seperti itu, menurut kacamata Uskup Agung Helder Camara, adalah inti perdamaian. Itulah upaya menegakkan masyarakat yang benar-benar adil. Hanya saja upaya tersebut dilakukan tidak dengan merobohkan sistem kekuasaan yang ada, melainkan mengubahnya berangsur-angsur.. Tindak kekerasan dari pemegang kekuasaan harus dihadapi dengan sikap menentang bentuk kekerasan itu sendiri. Disini bertemulah sikap menjunjung tinggi perdamaian (tanpa mengurangi sedikit pun kewajibang menentang struktur masyarakat yang timpang ) di satu pihak dan sikap mengembangkan saling pengertian antar agama di pihak lain.

Dom Helder memang secara terbuka ‘meminjam\' cara-cara yang dikembangkan agama lain. Yaitu dari perjuangan Mahatma Gandhi di lingkungan agama Hindu dan Martin Luther King di kalangan agama Protestan. Gandhi memperjuangkan kemerdekaan India, sedangkan King memperjuangkan hak-hak sipil golongan kulit hitam di Amerika Serikat, namun keteguhan mereka untuk berjuang secara militan tanpa kekerasan adalah sesuatu yang secara universal dapat dilakukan kalangan mana pun termasuk kalangan Katholik Amerika Latin - mungkin demikian jalan pikiran Helder . Bukankah dengan saling pengertian mendasar antaragama seperti itu, masing-masing agama akan memperkaya diri dalam mencari bekal perjuangan menegakkan moralitas, keadilan, dan kasih sayang?

Banyak yang dapat diambil dari kiprah menegakkan perdamaian di tengah pertentangan, dan saling pengertian di tengah perbedaan ajaana dan paham. Relevankah pelajaran itu bagi kita ? Kita sendiri sudah tentu tahu jawabannya - walaupun aneh juga bahwa dari Indonesia datang pencalonan untuk hadiah tersebut, yang mengusulkan seorang jendral. Konsepnya tentang perdamaian tentu lain lagi.

(Sumber: TEMPO, 21 Mei 1983)

Jumat, 05 Agustus 2016

Kasus Pembunuhan Marno

Kasus Pembunuhan Marno

     Ibu kota heboh. Seseorang meninggal di sungai dengan luka tusukan di lambungnya. Tak jauh dari tempat ditemukan jasad Marno, nama korban tersebut, ditemukan tas dan alat pancing. Sepertinya korban dibunuh saat memancing.
     Di ponsel korban, polisi menemukan sms dari Jesse yang mengajak Marno memancing bersama. Beberapa saksi pun melihat Jesse berjalan bersama Marno ke sungai membawa alat pancing.
     Akhirnya Jesse dibawa ke persidangan. Tapi Jesse dan pengacaranya menolak tuduhan tersebut karena merasa alat buktinya kurang.
     Di persidangan, Ota Hasibaon pengacara Jesse mementahkan semua tuduhan. Jaksa mengajukan ponsel Marno yang berisi sms Jesse. Pengacara Ota membela,
     " Yang mulia hakim, ponsel Jesse dicuri orang. Sepertinya pencurinya yang mengirim sms itu."
     Semua orang terdiam. Terdengar bisik-bisik," Sepertinya Jesse dijebak. Sungguh kasihan dia. Pencuri ponselnya harus dicari."
     "Itu betul. Lihat Jesse, tampangnya kalem dan baik. Tidak mungkin dia bertindak jahat", timpal yang lain.
     Lalu jaksa mengajukan 4 saksi yang mengaku melihat Jesse berjalan bersama Marno ke sungai.
Pengacara Ota mengajukan pembelaannya,
     "Yang mulia hakim, saksi yang dihadirkan tidak meyakinkan. Satu orang saksi masih di bawah umur, tidak bisa dipercaya. Satu orang lagi sudah tua, saya yakin matanya sudah tidak jelas, tidak bisa membedakan siapa yang dilihatnya. Sementara dua orang lainnya punya tato, mereka ini sepertinya preman. Saat saya menanyai mereka, mereka sempat mengaku dibayar 140 juta oleh pacar korban untuk membunuh Marno".
     Orang-orang gempar. "Wah, Arifah pacar Marno harus diperiksa nih".
     "Kasihan Jesse sudah difitnah. Dia harus segera dibebaskan".
      Demikian suara pengunjung persidangan mengutarakan pikiran mereka.
     Pengacara Ota melanjutkan pembelaannya, " Yang mulia hakim, tidak ada saksi yang melihat saat Marno ditusuk. Bahkan sampai sekarang senjata yang digunakan untuk membunuh Marno tidak ditemukan. Maka dari itu hendaknya Jesse segera dibebaskan".
     Akhirnya setelah beberapa waktu berpikir, hakim pun memutuskan.
     "Sebagaimana kita tahu, kita tidak boleh menghukum yang tidak bersalah. Apalagi bukti-bukti di kasus ini tidak cukup kuat. Tidak ada saksi yang melihat saat Marno ditusuk, dan senjata yang digunakan juga tidak pernah ditemukan. Oleh karena itu Jesse dibebaskan. Biarlah Tuhan yang menghukum penjahatnya".
     Semua orang bertepuk tangan gembira menyambut keputusan itu.
     Sejak kejadian itu, terjadi lagi penemuan korban pembunuhan di sungai dengan luka tusuk di lambung. Namun orang-orang sudah tidak terlalu peduli dengan hal itu. Toh Tuhan yang akan menghukum penjahatnya. Hanya saja penambang pasir sungai merasa heran, karena sering menemukan pisau di dasar sungai.

Selasa, 02 Agustus 2016

Obyektif atau Subyektif? Sebuah Pengantar untuk Berpikir dan Berdialog Secara Benar dan Adil. Mata Najwa vs ILC

Keobyektifan dalam menilai sesuatu menjadi dasar keadilan. Obyektif dimaknai sebagai menilai sesuatu secara apa adanya tanpa tendensi personal terutama suka/tidak. Sementara subyektif dimaknai sebaliknya, menilai suatu hal sesuai selera. Problemnya, bagaimana membedakannya sementara setiap orang sedikit banyak punya penilaian pribadi.

Ada kejadian yang membuatku menyadari dilema untuk membedakan keduanya. Ada seseorang di twitter membahas berbahayanya keberpihakan media dalam urusan politik. Apalagi sekarang beberapa media dikuasai elit partai. Lalu kukatakan, Mata Najwa masih obyektif daripada ILC yg jelas2 tendensius. Saat mengklik tombol send, tiba2 aku sadar kalau aku akan dituduh subyektif. Dan benar saja, beberapa akun menertawakanku sebagai partisan.

Lalu aku menyimpulkan satu hal. Jika ada 2 hal yg bertentangan, ada orang yang beranggapan bahwa obyektif dan adil adalah tidak membela keduanya. Sebuah prinsip yg "sesat".

Balik lagi ke problem, bagaimana menentukan antara Mata Najwa dan ILC yang tidak obyektif? Tentu saja kita (dalam hal ini saya) menggunakan beberapa poin penilaian.
Beberapa poin saya adalah :
1. Tema yang diangkat.
Kita bisa menilai sebuah isu akan berpengaruh positif atau negatif terhadap seseorang atau institusi. ILC kuberi nilai negatif karena selalu mengangkat topik yang menyerang tokoh (yang sudah diketahui umum sebagai musuh). Mata Najwa kuberi nilai netral (bukan positif) karena mengangkat tema yang cenderung bebas tapi kadang mengabaikan topik terhangat (dan bisa diartikan menghindari topik negatif???).
2. Pemilihan narsum
Selain mendatangkan narsum dari dua sisi yang berseberangan, kualitas narsum juga perlu dilihat.
3. Sikap pembawa acara (MC)
Bisa dilihat dari pertanyaan diajukan, lalu sikap dari MC atas narsum. Apakah MC menanyakan pertanyaan yang menjebak? Apakah MC suka memotong omongan narsum? Apakah MC memberikan waktu yang sama untuk narsum menjawab?
Untuk poin 2 dan 3 saya memberi nilai positif untuk Mata Najwa dan negatif untuk ILC.

Lalu ada dilema selanjutnya. Apakah dasar penilaian seseorang (dalam hal ini saya) benar2 tidak memihak? Saya lalu menyadari bahwa " kualitas seseorang " itu abstrak. Seseorang bisa berdalih, bagaimana cara mengukur bahwa pertanyaan itu menjebak atau tidak? Hal yang jelas namun abstrak. Di sini saya kesulitan dan hanya bisa menjawab : kualitas otak. Mungkin ada yang bisa membantu menjawab hal ini?

Btw, pemilihan contoh di atas (Mata Najwa vs ILC) sangat pas mewakili topik ini. Saya yakin (ini subyektif ) kalau ini menggambarkan dengan baik dilema menentukan obyektif vs subyektif. Antara yang partisan, takut dicap partisan, atau bingung menentukan opini.

Discuss

Kamis, 28 Juli 2016

Pria Nakal itu Tidak Merasa Bersalah


Setiap mendengar opini para feminis menyikapi kasus pelecehan seksual, ada perasaan menggelitik dalam hati. Hemat saya, opini para feminis yang bisa diartikan : wanita bebas telanjang tanpa boleh dilecehkan, terdengar terlalu utopis. Itu seperti kisah Kerajaan Sima kuno di mana emas yang jatuh di jalanan tidak ada yang berani yang megambil selain para pemiliknya. Mungkinkah?

Saya dibesarkan oleh keluarga baik-baik dengan lingkungan yang juga baik-baik, tidak merokok apalagi mabok. Tapi jalan hidup membuat saya berkenalan dengan para "lelaki nakal", mendengar cerita mereka yang terdengar kriminal tanpa mereka merasa bersalah. Kusimpulkan bahwa : mereka tidak merasa bersalah karena mereka berbuat nakal pada wanita yang "pantas dinakali". Sebelum kamu protes, dengarkan beberapa kisah ini.

Benerapa tahun lalu saya sempat merantau dan bekerja di perkebunan akasia. Para pekerja di sana mayoritas punya hobi di saat senggang mereka : menelepon janda. Mereka ini dengan usia beragam, ada pria dewasa yang sudah menikah hingga remaja tanggung. Sebagai hiburan, kata mereka. Dan salah satu kesenangan mereka adalah adalah memalak pulsa. Terdengar sebagai kriminalitas ringan. Tapi dari sini terlihat pola pikir mereka : janda boleh diperlakukan seperti itu.

Cerita berikutnya. Ada pria yang membuatku tertarik. Penampilannya terlihat tampan, muda dan smart. Orang baik-baik, pikirku. Hingga dia bercerita yang membuatku terhenyak. Pada suatu ketika dia suka pada seorang gadis tapi ditolak. Dia pun berpikir, apakah karena tunggangannya cuma motor butut? Lalu dia mengambil tabungannya, menyewa mobil, mengajak gadis itu jalan, dan diterima. Rupanya gadis itu dibawa ke hotel, dijual. Uangnya cukup untuk membayar sewa mobil dan foya-foya, katanya. Saat gadis itu sambil menangis protes kepadanya, "kok kamu tega?", dan dijawab ringan "cewek matre kayak kamu pantas diperlakukan seperti ini".

Cerita selanjutnya, saya pulang kampung dan bekerja di gudang. Rekan kerja saya punya hobi sama seperti yang dulu, menelepon janda. Teman punya cerita sedih, saat remaja cinta pertamanya ditolak. Sejak itu dia suka mabok-mabokan dan "memetik bunga". Tapi bukankah selama dilakukan suka sama suka bukanlah tindak kriminal? Hanya saja sebelum keluar kerja, dia nyerempet-nyerempet bahaya. Bermain dengan istri orang.

Lalu kisah lain. Bahwa ada kimcil yang dijual saudaranya. Dia butuh uang untuk bayar SPP karena uang itu habis untuk bersenang-senang. Ada lagi yang bercerita tentang bisyar yang bikin keki, lalu dipakai, bajunya diambil, dan ditinggalkan telanjang.

Moral of story, pria-pria ini tidak merasa bersalah karena mereka merasa kalau
perempuan itu pantas diperlakukan seperti itu. Para perempuan bisa menyalahkan mereka, atau belajar menjaga diri.

Sekian.

Selasa, 12 April 2016

Zenonia 4 Mini Guide

Zenonia 4 Guide

Langsung aja gan, karena gue ga suka basa-basi. Beberapa hal penting untuk bisa menamatkan game ini : level yang cukup, equip yg memadai, skill build yg pas, dan strategi melawan bos.

Levelling
Ini cukup mudah. Kamu hanya perlu masuk Den of Trial, team dengan char yg kuat. Beberapa ID yg direkomendasikan:
taofox (level 4), Donlavito (15), kinkinc (41), Leonard21 (60).

Equip yang Memadai
Equip yg kuat bisa diperoleh dari Abyss dan PvP, tp ini butuh Zen, waktu dan hoki. Cara yg standar adalah memakai Equipment Set. Set adalah equipment yg punya lambang S, dan jika memakai satu set yg terdiri dari senjata, armor dan helm akan mendapat bonus yg hebat. Cara mendapatkannya, beli atau dapatkan scroll dari monster, lalu tempa di blacksmith hingga dapat equipment dg lambang S.
level normal - Guardian Set (lvl 50)
level hard - Officer Set (lvl 80)
level hell - saya tidak ngelanjutin :)

Untuk dapat scroll Officer set, kamu perlu lawan monsters di prison (penjara) dan Zerath Castle.
Senjata -- Mutant Ogre [Heavenly Camp - Basement Prison] (Hard)
Officer Helm -- Giant Worm [Heavenly Camp - Basement Prison] (Hard)
Officer Armor -- Dragon Warlock [Heavenly Camp - Zerat Castle] (Hard)

Material yg perlu dikumpulkan
Slayer: Diamond dan Dimensional Essence
Blader: Sapphire dan Space Essence
Ranger: Emerald dan Magic Essence
Druide: Garnet dan Life Essence
Lengkapnya di http://m.gamevilusa.com/forums/showthread.php?31965-Item-Database
Tips untuk memperbesar peluang sukses crafting dan nempa.
Crafting Potion (yg murah) berkali2 hingga gagal, baru crafting item yg diinginkan. Untuk nempa senjata, ane cm berani sampe +3, make mystic dust.

Skill Build
Untuk status dan skill, gw saranin gedein damage, karena rata2 serangan boss bisa kill kamu dalam 1 hit, jd percuma gedein defense.
Secara umum, naikin status tiap naik level utk slayer (2 str+con), blader (2 dex + con), ranger (2 dex + int), druide (2 int+con).

Tips lawan boss
Setiap boss punya pola serangan. Hapalin. Gw aja 10x mokad baru bisa menang lawan tiap2 boss :) Tips umum, tiap boss berhenti sejenak setelah menyerang, kamu serang 1x aja, usahakan pake skill, lalu lari lagi. Ulang terus sampe menang.
Melawan Shaturu.
Pertama2 pastikan level dan equipment kamu dan OK. Serang ke 4 kakinya, dan yg terpenting, usahakan 4 kakinya itu mati bersamaan. Kepalanya akan menjulur dan saat itu kamu bisa menyerangnya. Pastikan kamu menyimpan skill terkuat utk menyerang kepalanya. Ulang hingga menang.

Kalo ada pertanyaan, silakan komen atau mention akun twitter gue @amin_kiye2